Sejak tiga tahun terakhir, penerbitan surat hutang (obligasi) menjadi salah satu alternatif pendanaan yang secara reguler dilakukan PT Indomobil Finance Indonesia (IMFI) untuk terus mengembangkan sayap bisnis.
Sudah enam kali IMFI menerbitkan obligasi untuk memperkuat pendanaan. Pertama, dilakukan pada 2004 sebesar Rp 300 miliar, kemudian dilakukan penerbitan kedua di 2005 dengan jumlah Rp 350 miliar. Setelah itu, IMFI sempat vakum selama tiga tahun di pasar obligasi hingga akhirnya di 2009 kembali menerbitkan obligasi ketiga sejumlah Rp 500 miliar.
Pada tahun 2010, IMFI tidak mencari pendanaan dari obligasi, tetapi lebih banyak mengintensifkan pendanaan dari perbankan, dan mulai aktif mencari pendanaan dalam mata uang USD untuk mendukung ekspansi pembiayaan alat berat (truck besar dan mesin) yang mulai dilakukan IMFI di awal 2010.
Selanjutnya, pada 2011, 2012, dan terakhir Mei 2013, IMFI kembali aktif masuk ke pasar modal dengan menerbitkan obligasi keempat, kelima, dan keenam dengan jumlah masing masing sebesar Rp 1 triliun, Rp 1,3 triliun, dan Rp 612 miliar.
Penerbitan secara berkala ini pertimbangannya adalah manajemen ingin melakukan source of funding mix secara proporsional antara modal sendiri, surat hutang, dan pendanaan dari perbankan, serta memperhitungkan kebutuhan pendanaan perusahaan di tahun ini.
“Tahun ini IMFI menawarkan jumlah obligasi sebesar Rp 500 miliar, namun permintaan dari investor mencapai lebih dari Rp 700 miliar atau oversubscribe sekitar 1,5 kali dari jumlah awal yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan respon pasar yang positif terhadap IMFI,” ujar Gunawan, CEO IMFI.
SKEMA BERKELANJUTAN
Sejak 2012, IMFI melakukan penerbitan obligasi dengan skema berkelanjutan, dimana dengan skema ini IMFI diperkenankan menerbitkan obligasi secara bertahap sampai dengan Rp 4 triliun dalam kurun waktu dua tahun. Rp 4 triliun adalah jumlah yang didaftarkan IMFI ke Otoritas Jasa keuangan (OJk, dahulu Bapepam Lk) dengan memperhitungkan kebutuhan pendanaan IMFI selama dua tahun.
Gunawan menjelaskan bahwa benefit yang diperoleh perusahaan dengan melakukan penerbitan obligasi dalam skema berkelanjutan adalah kemudahan dari sisi proses. Perusahaan cukup mengantongi satu lembar Surat Pernyataan Efektif dari OJK untuk bisa menerbitkan obligasi selama dua tahun ke depan.
Di penerbitan tahap kedua dan selanjutnya pun perusahaan tidak diwajibkan menyelenggarakan event Public Expose atau penawaran umum secara terbuka kepada investor, sehingga proses sampai dengan penerimaan dana emisi obligasi oleh perusahaan menjadi lebih cepat.
Tentu tidak semua perusahaan di perkenankan melakukan penerbitan obligasi dalam skema berkelanjutan, hanya perusahaan yang sudah menjadi emiten (perusahaan penerbit obligasi) selama minimal dua tahun dan tidak pernah gagal bayar selama dua tahun terakhir yang diperbolehkan OJK melakukan Penawaran umum Berkelanjutan (PuB).
Obligasi sebesar Rp 612 miliar yang diterbitkan IMFI Mei 2013 merupakan rangkaian dari penerbitan obligasi sebesar Rp 1,3 triliun di tahun lalu, sehingga sampai dengan semester pertama 2014 masih ada sekitar Rp 2 triliun obligasi yang bisa diterbitkan IMFI. artinya, IMFI punya amunisi cukup dari sisi pendanaan.
”Dengan strategi yang tepat tentunya dana dari hasil penerbitan obligasi bisa disalurkan untuk meningkatkan volume pembiayaan IMFI ke konsumen dan menghasilkan laba lebih maksimal,” demikian Gunawan menuturkan